Jumat, 31 Januari 2020

Tentang Aksara Sunda

Aksara Sunda Baku
Aksara Sunda Baku adalah aksara Sunda yang sudah mengalami standarisasi dari aksara Sunda Kuna, sejak ditetapkannya SK Gubernur Jawa Barat No. 343/SK 614 Dis PK/99 pada 16 Juni 1999. Pada tanggal 21 Oktober 1997 di Lokakarya Aksara Sunda Universitas Pajajaran. Dalam aksara Sunda Baku sudah mengalami penyederhanaan bentuk dan juga penambahan huruf untuk menulis kata-kata serapan bahasa asing dalam penulisan bahasa Sunda modern.

Aksara Ngalagena
Aksara Ngalagena adalah aksara dasar atau aksara induk, yang terdiri dari 18 huruf dasar untuk menulis bahasa Sunda dan 7 aksara tambahan yang digunakan untuk menulis kosa kata serapan bahasa asing. Sebagai sebuah aksara dengan sistem penulisan Abugida, maka setiap huruf konsonan aksara Sunda sudah mewakili satu suku kata konsonan dengan vokal a. 


Aksara Rarangken
Aksara Rarangken atau aksara Pangangge Sora adalah aksara yang berupa tanda diakritik digunakan bersama dengan aksara Ngalagena. Ada tiga kelompok aksara Rarangken berdasar letak penulisannya, yaitu Rarangken di atas huruf terdiri dari lima macam. Rarangken di bawah huruf terdiri atas tiga huruf, dan Rarangken sejajar dengan huruf terdiri atas lima huruf.

Kamis, 30 Januari 2020

Penulisan Aksara Sunda








Desain Font Aksara Sunda

Parahyangan


Siliwangi


Abudiga Aksara Jawa


Sejarah Aksara Jawa


Aksara Sasak


Aksara Madura


Aksara Sumbawa


Aksara Ende Lio


Aksara Rejang


Aksara Bima


Aksara Bugis Makassar


Aksara Lampung


Aksara Batak


Rabu, 22 Januari 2020

Aksara Sunda

Aksara Sunda adalah sistem penulisan aksara tradisional untuk menuliskan bahasa Sunda, terutama di provinsi Jawa Barat dan Banten. Sejak abad XII masyarakat Sunda sudah mengenal aksara Sunda Kuna untuk menulis bahasa Sunda yang mereka pakai. Tapi sejak jaman kolonial datang, masyarakat Sunda dipaksa penguasa untuk meninggalkan aksara ini dan diperkenalkan aksara Latin sebagai gantinya. Keadaan berlangsung hingga masa kemerdekaan, umunya masyarakat Sunda sudah lupa dengan tradisi tulis aksara Sunda ini. 

Pada akhir abad XIX sampai pertengahan abad XX, para ahli berkebangsaan asing dan pribumi meneliti keberadaan prasasti-prasasti dan naskah-naskah beraksara Sunda Kuna. Pada akhir abad XIX mulai timbul kesadaran akan adanya sebuah aksara Sunda sebagai identitas masyarakat Sunda. Maka pada tahun 1996 oleh pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat ditetapkan Perda tentang pelestarian Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Sastra dan Aksara Sunda. Pada tanggal 16 Juni 1999 keluar Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat memutuskan terbentuknya Aksara Sunda Baku berdasarkan hasil Lokakarya Aksara Sunda yang diselenggarakan atas kerja sama Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran dan atas hasil Tim Pengkajian Aksara Sunda. Dan pada tahun 2003 ditetapkan Perda pengganti tentang Pemeliharaan Bahasa Sastra dan Aksara Daerah.
Saat ini Aksara Sunda Baku mulai disosialisasikan kepada masyarakat Jawa Barat, melalui bebagai event acara kebudayaan, penggunaan pada papan nama gedung pemerintah seperti kantor Dinas Pariwisata Daerah Kota Bandung. Begitu juga penggunaan nama-nama jalan di kota Bandung khususnya dan Jawa Barat umunya. 

Senin, 20 Januari 2020

Aksara Jawa



Aksara Jawa secara resmi disebut juga Aksara Dentawyanjana adalah salah satu aksara tradisional yang lahir tumbuh di pulau Jawa. Aksara Jawa bentuk modern saat ini dari perkembangan aksara Kawi yang berkembang pada masa kerajaan-kerajaan Hindu Buddha di Jawa. Aksara ini juga disebut Aksara Hanacaraka atau juga disebut Aksara Carakan berdasarkan bunyi lima aksara pertamanya.

Aksara Jawa pada mulanya digunakan untuk menulis naskah-naskah di kerajaan Islam seperti Kesultanan Mataram yang diteruskan sampai Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta pada masa kini. Namun di lingkungan masyarakat Jawa, pengunaan aksara Jawa semakin menurun dari generasi ke generasi berikutnya. Hal ini terjadi sejak ortografi Jawa berganti menjadi huruf latin pada tahun 1926. Dan sampai sekarang penulisan bahasa Jawa di hampir semua media menggunakan huruf Latin. Hanya beberapa majalah bahasa Jawa yang masih memuat aksara Jawa dalam berbagai artikelnya, seperti majalah Jaya Baya, Mekarsari, Panjebar Semangat, Djaka Lodang, dll. Di dunia pendidikan aksara Jawa juga masih diajarkan sebagai muatan lokal pelajaran Bahasa Daerah dari tingkat SD sampai SMP di provinsi-provinsi yang mayoritas berbahasa Jawa.

Seiring perkembangan teknologi, terus ada upaya untuk melestarikan aksara Jawa di berbagai multi media elektronik. Komputerisasi aksara Jawa terus dikembangkan. Menciptakan berbagai macam software font-font aksara Jawa dan aplikasi aksara Jawa. Baik di komputer berbagai basis operating system, dan juga aplikasi smartphone dengan basis operating system Android.


Aksara Incung


Aksara Incung adalah aksara tradisional yang digunakan oleh masyarakat suku Kerinci di wialayah Provinsi Jambi. Aksara Incung adalah peninggalan nenek moyang Kerinci kuno untuk menulis hukum adat, sastra, mantra-mantra, dan cerita sejarah Kerinci.

Pada tanggal 17 Oktober 2014, Data Pokok Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (dapobud.kenedikbud.go.id) menetapkan bahwa Aksara Incung merupakan warisan budaya milik Pemerintah Daerah Provinsi Jambi. Pada tahun 2019, Kabupaten Kerinci terpilih menjadi salah satu daerah penyelenggara program Creative, Traininig, and Education atau Create 2019. Damayanti, seorang Mentor Desain Kemasan mengatakan Rebranding dilakukan dengan memanfaatkan potensi yang ada di Kerinci. Salah satunya adalah membuat logo yang terinspirasi dari Aksara Incung.

Secara bahasa kata 'incung' dalam bahasa Kerinci artinya 'miring'. Aksara ini bentuknya garis-garis lurus dan melengkung, sudutnya lancip dan posisinya miring. 

Aksara Bali